Tokoh Agama Sulut Ajak Masyarakat Hindari Konsumsi Daging Dilindungi di Hari Natal dan Tahun Baru

Pdt Johan Manampiring (kiri) dan Gbl. James Rumagit (kanan)

Manado, VivaSulut.com – Permintaan daging meningkat tajam pada perayaan natal dan tahun baru, termasuk di dalamnya daging satwa liar sebagai menu di meja makan dalam menjamu keluarga dan tamu-tamu.

Semakin beragam jenis daging maka akan semakin tinggi nilai yang diperoleh setiap keluarga. Untuk itulah upaya mengingatkan warga Sulawesi Utara khususnya umat Kristen menjadi penting dilakukan.

Bacaan Lainnya

James Rumagit, Sekretaris Umum Pucuk Pimpinan Majelis Gembala KGPM menghimbau umat, tidak mengkonsumsi daging yang dilindungi sebagai bentuk kepedulian dalam menjaga keseimbangan alam.

“Bijak makan daging akan berdampak nyata bagi kesehatan diri sendiri, dan bagi generasi selanjutnya agar mereka masih bisa melihat uniknya satwa-satwa itu. Dimana tidak ada keseimbangan maka hasilnya adalah masalah,” tegasnya, Selasa (24/12/2024).

James memberikan firman Tuhan yang menjadi satu prinsip yakni Korintus 10:23 yang berbunyi “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

“Jadi kalau merayakan natal dan tahun baru bisa menggunakan daging yang sehat bagi tubuh dan lingkungan. Misalnya ayam, ikan laut bahkan tahu tempe dengan bumbu lokal sehingga tidak mengurangi cita rasa dan sukacita,” tambahnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Pdt Johan Manampiring, Ketua Badan Antar Umat Beragama (BKSAUA) Provinsi Sulawesi Utara, yang mendukung penuh upaya agar masyarakat jangan memburu dan dan memakan daging satwa yang dilindungi.

“Memang perlu sekali pesan seperti ini karena mahluk ciptaan seperti yaki dan beberapa satwa lainnya sudah terancam punah. Memang manusia berhak akan alam tapi juga harus mempertimbangkan tanggungjawab dalam hal melestarikan alam, sehingga tidak menjadi kebebasan yang sebebas-bebasnya. Harus dijaga oleh nilai-nilai etika, moral maupun juga nilai pelestarian budaya, alam dan lingkungan. Ayo, turut menjaga alam kita,” ajaknya.

Secara terpisah, Purnama Nainggolan, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki menjelaskan, Selamatkan Yaki konsisten mengupayakan berbagai cara untuk membangun penyadaran publik.

Karena selain monyet yaki ada beberapa satwa yang juga terancam dan dilindungi seperti anoa, babi rusa, kus-kus kerdil atau tembung.

Dari banyak survey yang dilakukan di pasar, terbukti bahwa supply daging hutan saat ini bukan lagi dari wilayah Sulawesi Utara tetapi dari Gorontalo, Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, dan provinsi lainnya di Sulawesi.

“Untuk itulah, kesatuan, kepedulian dan kerjasama warga Sulawesi Utara yang bijak mengkonsumsi daging di perayaan natal dan tahun baru ini akan sangat dibutuhkan untuk keseimbangan ekologi yang tetap terjaga hingga di masa depan” ujar Purnama.

(***/Finda Muhtar)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar