Minsel, VivaSulut.com – Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) mengambil langkah strategis, menjadi yang pertama di Sulawesi Utara mendeklarasikan komitmen untuk menjaga satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.
Bertempat di Ruang Terbuka Publik (RTP) Amurang, Jumat (22/3/2024), Bupati Minahasa Selatan Frangky Wongkar memimpin deklarasi ‘Beking Sulut Bangga, Nyanda Buru, Jual, Makang deng Piara Satwa Liar, Terancam Punah dan Dilindungi’.
Deklarasi ini diinisiasi Selamatkan Yaki yang berkolaborasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, melibatkan Dinas Kehutanan Provinsi, Forkopimda, Pengadilan Negeri Amurang, para kepala pasar dan dua perwakilan pedagang pasar daging hutan di Kabupaten Minahasa Selatan, camat, Yaki Ambasador, tokoh agama, perwakilan GMIM, The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), media massa dan NGO.
Seluruh pihak melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dalam upaya pelestarian satwa liar khas Sulawesi Utara yang terancam punah dan dilindungi.
Deklarasi Kabupaten Minahasa Selatan, Bekeng Sulut Bangga Jaga Satwa Liar Terancam Punah dan Dilindungi menyimpulkan empat poin komitmen pemerintah bersama instansi terkait di antaranya:
1. Bersama-sama mengurangi dan mencegah perdagangan satwa liar serta konsumsi daging satwa liar di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan dengan menerbitkan surat edaran.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang konservasi satwa liar sejak dini melalui mata pelajaran muatan lokal.
3. Menjadikan kebijakan pro lingkungan dan konservasi satwa liar sebagai salah satu acuan dalam penyusunan program kerja lingkup Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan.
4. Mengimplementasikan pendekatan “One Health” untuk mengantisipasi penyebaran penyakit zoonotik dan penyakit infeksi baru.
“Kami akan berkomitmen apalagi melindungi satwa liar dan menekan ancaman terhadap keberadaan satwa liar. Kabupaten Minsel mengambil bagian dalam upaya mitigasi perdagangan satwa liar ilegal yakni menjadi kota role model dengan pasar yang lestari,” ujar Frangky.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat agar bersama-sama hidup dengan makhluk hidup lainnya termasuk hewan.
“Kewajiban kita hidup bersama adalah mengedukasi dan bersama-sama melakukan pengawasan, dalam waktu tertentu kami akan melakukan peninjauan ke pasar-pasar,” ujarnya.
Di sisi lain, Program Supervisor Program Selamatkan Yaki, Yunita Siwi membeberkan data bahwa Minahasa Selatan sejauh ini menjadi lokasi pengepul satwa liar dan dilindungi sebelum dijual ke daerah lainnya di Sulut.
Menurutnya satwa-satwa liar yang dilindungi akibat perdagangan ilegal yang terbanyak yaitu dengan ciri daging yang tebal karena akan dikonsumsi.
“Satwa-satwa liar yang ada dagingnya, yang besar-besar misalnya Anoa, Yaki, Kuskus, Musang, dan tikus hutan. Tingkat perburuan hewan-hewan ini sangat tinggi,” ujar Siwi.
Ia mengungkapkan di Indonesia terdapat 919 satwa liar dan tanaman dilindungi, dan terbanyak ada di Sulawesi Utara.
Namun maraknya perdagangan di sejumlah pasar lokal di Sulawesi Utara semakin mengurangi populasi satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.
“Kami sudah meneliti sepuluh pasar di Sulawesi Utara, dari mulai pasar Langowan, Tomohon, Amurang, Airmadidi sampai Tompaso Baru dan pasar di Minahasa Selatan lainnya. Dan kami menemukan memang perdagangan satwa liar sangat tinggi,” ungkapnya.
Menurut pengamatannya sejauh ini Musang Sulawesi sudah terancam punah, terakhir 2013 terlihat melalui kamera trap dan Anoa yang punah lokal di Minahasa.
Berdasarkan penelitian, lanjut Siwi, masyarakat Minahasa 80 persen pemakan satwa liar.
Sayangnya, manusia kerap berburu hingga ke kawasan lindung yang sudah jelas statusnya dilindungi.
“Suaka Margasatwa Manembo-Nembo yaitu antara Minsel dan Minahasa, Hutan Lindung Gunung Lolombulan, Gunung Ambang itu juga Cagar Alam. Semua satwa yang ada di lokasi ini entah semur atau cicak sekalipun, itu dilindungi. Kemudian untuk hewan-hewan yang statusnya dilindungi, jika mereka keluar dari kawan cagar alam dan masuk ke lahan warga, status mereka tetap dilindungi jadi jangan diburu,” pesan Yunita.
Sementara itu, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki Purnama Nainggolan mengapresiasi Pemkab Minsel hingga para pedagang lokal yang telah memiliki komitmen untuk tidak lagi berburu, menjual, mengonsumsi, atau memelihara satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.
“Bahkan bangga bisa menjadi percontohan sebagai pasar yang hijau bagi pasar-pasar lainnya di Sulawesi Utara,” ujar Purnama.
Ia mengungkapkan di tahun 2020, Selamatkan Yaki memfasilitasi pertemuan yang melibatkan berbagai pihak terkait dan menghasilkan sebuah kerangka kerja aksi untuk strategi mitigasi perdagangan satwa liar ilegal.
Kerangka kerja ini berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengetahuan dan bersinergi dalam upaya kolaboratif untuk mengatasi perdagangan ilegal satwa liar di Sulawesi Utara.
“Salah satu tujuan dalam kerangka kerja aksi tersebut tercantum dalam objektif lima yaitu melibatkan penjual dan pemburu sebagai kelompok sasaran untuk menghentikan penjualan satwa liar yang dikonsumsi,” ungkap Nainggolan.
Ia mengatakan pemerintah daerah memiliki peran kunci dalam memperkuat deklarasi yang sudah terjadi di pasar dengan mengawasi dan menegakkan kebijakan yang melarang perdagangan daging satwa liar terancam punah dan dilindungi di pasar-pasar tradisional.
Kemudian mendukung pelaksanaan program pendidikan dan kesadaran lingkungan serta berperan sebagai mitra dalam memfasilitasi pertemuan, pelatihan dan kampanye pendidikan bersama dengan pihak-pihak terkait.
“Dengan demikian pemerintah daerah berkontribusi signifikan dalam menjaga satwa liar dan keanekaragaman hayati di wilayah Sulawesi, kebijakan ini seirama dengan tujuan utama yaitu menjaga sisa populasi satwa khas Sulawesi Utara,” kata Nainggolan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara Askhari Dg Masikki menegaskan pelestarian keanekaragaman hayati harus dijaga, lestarikan dan pertahankan untuk diwariskan ke generasi selanjutnya.
Untuk itu upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara merupakan pekerjaan rumah yang penting agar direalisasikan oleh seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali.
“Jangan sampai, anak cucu kita tidak melihat secara langsung satwa-satwa liar khas Sulawesi karena disebabkan ketamakan dan kerakusan manusia itu sendiri. Untuk kita wariskan ke generasi kita, kita wariskan ke anak cucu kita. Kita tidak ingin satwa liar yang ada saat ini menjadi dongeng belaka untuk anak-anak kita nantinya,” ucapnya.
Kegiatan deklarasi ini ditutup dengan Kompetisi Yel-Yel serta kuis dan penampilan lucu serta menggemaskan dari Mince-Meiske.
Tim Selamatkan Yaki kemudian membagi-bagikan stiker di area RTP Amurang sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat.
(Finda Muhtar)