Bitung, VivaSulut.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bitung menuai sorotan usai menggelar agenda pencabutan dan penetapan nomor urut pasangan calon (Paslon) serta deklarasi kampanye damai.
Dua agenda itu digelar di lokasi berbeda, pencabutan dan penetapan nomor urut (Paslon) wali kota dan wakil wali kota digelar di halaman KPU. Sedangkan deklarasi kampanye damai di GOR Menembo-nembo, Senin (24/9/2924).
Dalam melaksanakan dua agenda itu, KPU dinilai lebih berpihak ke salah satu Paslon. Indikasinya, dilanggarnya kesepakatan jumlah massa yang hadir dan itu menjadi sorotan Bawaslu Kota Bitung.
Dari pantauan, di dua agenda itu, salah satu Paslon menghadirkan lebih dari jumlah yang disepakati yakni 400 massa. Namun, KPU terkesan hanya mendiamkan tanpa ada upaya menegur apalagi memberikan sanksi ke Paslon.
Dan, puncaknya di agenda deklarasi kampanye damai, massa salah satu Paslon jauh lebih banyak yang diijinkan KPU untuk masuk ke dalam GOR. Tak pemeriksaan tanda pengenal atau ID yang dibagikan KPU melalui LO Paslon.
Di depan panggung deklarasi damai, kursi yang disiapkan KPU jelas-jelas lebih banyak disiapkan untuk salah satu Paslon dibandingkan Paslon lainnya. Jika dilihat dari jumlah pendukung yang duduk maka secara tidak langsung KPU memberikan jatah lebih ke salah satu Paslon.
Selain masalah jumlah, pelayanan KPU ke Paslon juga berbeda. Terbukti dari pembagian konsumsi, KPU terkesan memprioritaskan salah satu Paslon yang jelas-jelas jumlahnya sudah melebihi 400 orang yang hadir.
Sedangkan massa pendukung Paslon lainnya hanya dibiarkan menonton aksi KPU membagikan konsumsi dan hingga acara deklarasi damai selesai, pendukung tak mendapatkan konsumsi.
Indikasi keberpihakan KPU ke salah satu Paslon dibantah Ketua Devisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kota Bitung, Wiwinda Hamisi.
Wiwinda menegaskan, pihaknya tidak berpihak apalagi memprioritaskan Paslon tertentu. Kendati, ia mengakui ada salah satu Paslon yang melanggar kesepakatan soal jumlah massa yang hadir.
“Massa yang hadir tanpa sepengetahuan kami. Kami juga kaget saat masuk GOR, massa salah satu Paslon jauh lebih banyak dari kesepakatan,” kata Wiwinda.
Perempuan berhijab ini menjelaskan, jika dua agenda yang digelar melibatkan pihak ketiga atau EO untuk mengatur acara. Termasuk juga, deklarasi kampanye damai, EO yang mengatur jumlah kursi dan jumlah massa yang diijinkan masuk ke GOR serta konsumsi.
“Begitu saya lihat massa yang hadir berat sebelah, saya mencari-cari MC yang disiapkan EO tapi tidak ketemu. Mereka sepertinya tidak ada di lokasi,” katanya.
Ia kemudian berinisiatif meminta staf KPU mengangkut kursi dari Kantor KPU karena jumlah kursi yang disiapkan EO untuk salah satu Paslon tidak sampai 80 kursi sesaui kesepakatan.
Tidak hanya itu, Wiwinda juga mengaku langsung menegur LO salah satu Paslon dan meminta yang tidak punya ID agar keluar serta massa yang duduk di tribun dikurangi jumlahnya yakni hanya 280 orang sesuai kesepakatan.
“Soal konsumsi, itu murni kesalahan EO. Kami sudah sepakat konsumsi sudah ada di lokasi pukul 16.00 Wita, namun kenyataannya acara sudah dimulai jumlah konsumsi yang siap hanya sebagian,” katanya.
Akibat kejadian itu, Wiwinda berencana akan mempolisikan EO karena tidak profesional dalam melaksanakan kesepakatan hingga berdampak presepsi negatif terhadap KPU Kota Bitung.
“Saya sudah minta izin ke ketua KPU untuk malapor polisi. Ini sangat fatal dan bisa berimbas pada citra KPU sebagai penyelenggara,” katanya.
(redaksi)