Bitung, VivaSulut.com – Bakal Calon Wali Kota Bitung, Hengky Honandar dilaporkan sejumlah praktisi hukum di Kota Bitung ke KPU, Sabtu (31/8/2024).
Laporan itu terkait status Hengky sebagai petahana dan terindikasi melanggar aturan Pilkada soal pergantian pejabat yang dilakukan bersama Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri.
Para praktisi hukum itu adalah Ridwan Mapahena, Nico Walone, Suharto Sulengkampung dan Paulus Kumentas. Mereka tergabung dalam komunitas yang diberi nama Tim Hukum Peduli Pilkada Bitung 2024.
“Dalam penilaian kami Pak Hengky tidak bisa mencalonkan diri di Pilkada Kota Bitung tahun ini. Itu karena beliau terindikasi melanggar ketentuan dalam Pasal 71 Ayat 2 Undang-undang Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” kata Ridwan.
Ihwal keberatan Ridwan Cs merujuk pada pergantian dan pelantikan pejabat di Pemkot Bitung pada 22 Maret lalu.
Agenda itu dianggap sudah menyalahi ketentuan dalam Pasal 71 Ayat 2 Undang-undang Pilkada, karena dilakukan tepat enam bulan sebelum tanggal penetapan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota oleh KPU.
“Karena Pasal 71 Ayat 2 sudah jelas. Bunyinya seperti ini, “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri”. Dengan begitu, Pak Hengky yang sekarang berstatus petahana bisa dijerat dengan aturan ini,” jelasnya.
Ridwan menyebut upaya Hengky mendaftar di KPU Kota Bitung sebagai bakal calon di Pilkada sah-sah saja. Ia menghormati upaya itu.
Namun demikian, dalam prosesnya nanti KPU dan Bawaslu Kota Bitung harus mengikuti aturan main yang berlaku. Jika memang pencalonan Hengky melanggar aturan, maka yang bersangkutan tidak boleh ditetapkan sebagai peserta Pilkada 2024.
“Dan kami akan mengawal ini. Tadi barusan kami ke KPU Kota Bitung untuk melayangkan aduan terkait status Pak Hengky. Aduan sudah diterima dan kami menunggu tindaklanjutnya. Kami juga sudah mendatangi Bawaslu Kota Bitung untuk menyampaikan aduan yang sama, tapi karena ada kegiatan di Bawaslu tadi tidak ada orang. Tapi sudah koordinasi dengan mereka dan kami diminta datang lagi hari Senin,” katanya.
Nico ikut berbicara dalam kesempatan itu. Pengacara senior ini mengakui keberatan pihaknya juga bisa ditujukan ke Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri.
Namun karena yang bersangkutan sudah dipastikan tidak mencalonkan diri lagi, maka hanya Hengky yang bisa dijerat dengan ketentuan Pasal 71 Ayat 2 Undang-undang Pilkada.
“Kalau Pak Maurits maju lagi beliau juga bisa kena aturan. Tapi ternyata tidak jadi maju, makanya beliau aman. Nah, mengapa hanya Pak Hengky yang jadi sasaran keberatan? Jawabannya karena sesuai ketentuan dalam Pasal 71 Ayat 2,” kata Nico.
“Di situ jelas ditulis Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Itu artinya Walikota dan Wakil Wali Kota bisa kena aturan itu kalau mencalonkan diri lagi. Dalam hal ini karena ada pelantikan pejabat di Pemkot Bitung yang diduga melanggar aturan, maka Wakil Walikotanya bisa kena,” sambungnya.
Ia juga menyentil konsekuensi yang timbul jika indikasi pelanggaran yang dilakukan Hengky terbukti. Konsekuensinya adalah Hengky bisa gagal maju di Pilkada karena didiskualifikasi.
Hal itu kata dia, sesuai ketentuan dalam Pasal 71 Ayat 5 Undang-undang Pilkada.
“Sanksinya diatur jelas dalam Pasal 71 Ayat 5. Pasal itu berbunyi “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dan Ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”. Jadi clear ya, materi keberatan kami sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pilkada,” jelasnya.
(redaksi)