Manado, VivaSulut.com — Pada 20 Februari 2026 mendatang, Yulius Selvanus akan tepat satu tahun memimpin sebagai Gubernur Sulawesi Utara.
Sayangnya, sejumlah pekerjaan penting dari gubernur asal Partai Gerindra itu dinilai tidak banyak diketahui masyarakat.
Bukan karena tidak ada capaian, melainkan karena lemahnya publikasi pemerintah dalam menyampaikan kerja-kerja pembangunan.
Hal ini tak ditepis Staf Khusus Gubernur Sulut Bidang Politik dan Kebijakan, Dr. Fiko Onga dalam Diskusi Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Gubernur Yulius Selvanus yang digelar Forum Kebangsaan Sulut baru-baru ini.
Menurut Fiko, banyak program strategis gubernur berjalan tanpa sorotan publik akibat buruknya manajemen komunikasi informasi pemerintah daerah.
“Ada banyak hal yang sebenarnya sudah dikerjakan Pak Gubernur, bahkan beberapa beliau kerjakan secara senyap. Tapi ini tidak terpublikasikan dengan baik. Ada kelemahan komunikasi dari bagian yang seharusnya menjadi corong informasi pemerintah,” tegasnya.
Fiko menyoroti sejumlah kebijakan besar yang tidak muncul di ruang publik, terutama di sektor lingkungan, tata ruang, pangan, dan pariwisata.
“Gubernur mencabut 18 dari 27 izin pertambangan bermasalah, membatalkan kebun sawit KKI di Bolmong, mengembalikan 600 hektare lahan industri di Kimong menjadi kawasan pangan, dan menetapkan Pulau Bangka sebagai kawasan wisata penuh. Tapi publik hampir tidak tahu,” jelasnya.
Ia juga mengungkap bahwa gubernur bahkan menggunakan dana pribadi untuk memperbaiki fasilitas dasar di Bukit Kasih Kanonang dan Bukit Kasih Lahendong.
Namun pekerjaan tersebut pun hampir tidak terdengar di masyarakat karena tidak dikomunikasikan secara layak.
Kritik serupa disampaikan Ketua AMSI Sulut, Ady Putong, yang menyoroti lemahnya efektivitas publikasi pemerintah meski anggaran komunikasi publik mencapai miliaran rupiah setiap tahun.
“Kami melihat banyak kerja baik gubernur tidak diketahui masyarakat. Pertanyaannya, dengan anggaran publikasi yang besar, mengapa informasi dasar saja tidak tersampaikan? Ini soal efektivitas penggunaan uang rakyat,” ujarnya.
Ady menilai strategi komunikasi pemerintah perlu dievaluasi dan diarahkan agar benar-benar menghasilkan dampak, bukan sekadar penghabisan anggaran.
“Kominfo ini bukan sekadar urusan mengunggah berita seremonial. Publik ingin melihat arah pembangunan, capaian, kebijakan strategis, dan evaluasi. Kalau itu tidak hadir, maka ada masalah serius dalam manajemen informasi pemerintah,” tambahnya.
Diskusi tersebut dipandu oleh Finda Muhtar, Sekretaris AMSI Sulut, dan dibuka oleh Agus Hari, salah satu inisiator Forum Kebangsaan Sulut. Kegiatan ini dihadiri perwakilan organisasi masyarakat, jurnalis, dan akademisi.
Dalam forum itu, peserta menegaskan bahwa lemahnya komunikasi publik membuat berbagai capaian dan kebijakan strategis pemerintah tidak dipahami secara utuh oleh masyarakat, sehingga memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak bekerja.
Agus Hari menekankan perlunya pemerintah memperbaiki hubungan dengan media dan membuka akses informasi secara lebih transparan.
“Transparansi dan publikasi yang baik bukan hanya kebutuhan politik, tetapi bagian dari pelayanan publik,” ujarnya.
(redaksi)





