Kotamobagu, VivaSulut.com – Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Kota Kotamobagu, Nasrun Koto, menyampaikan enam poin tuntutan terkait pemberhentian tiga imam masjid secara sepihak oleh Pemerintah Kelurahan Mogolaing dan Genggulang.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kota Kotamobagu, Senin (27/10/2025), di kantor legislatif Kelurahan Kotobangon.
Dalam penyampaiannya, Nasrun menilai bahwa pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang berlaku. Ia menegaskan, tindakan sepihak tanpa dasar hukum yang jelas berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan bisa mengganggu tatanan keagamaan di masyarakat.
Adapun enam poin tuntutan yang disampaikan Ketua PC NU Kotamobagu yakni:
1. Menolak pemberhentian tiga imam masjid secara sepihak oleh pemerintah kelurahan karena tidak sesuai mekanisme dan regulasi yang berlaku.
2. Mengembalikan jabatan ketiga imam tersebut, sebab jabatan imam merupakan bentuk pengabdian, bukan sekadar posisi administratif.
3. Kemenag dan pemerintah wajib mensosialisasikan Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II-802 Tahun 2014 kepada seluruh imam pegawai syar’i dan masyarakat agar regulasi tersebut dipahami dan diterapkan dengan benar.
4. Menempatkan kedudukan ulama dan umara sejajar di setiap tingkatan agar para imam tidak merasa takut terhadap umara, serta pelaksanaan regulasi dilakukan secara transparan dan akuntabel.
5. Melakukan pembaruan keimaman di Masjid Agung Baitul Makmur, agar sesuai dengan ketentuan dalam Kepdirjen Nomor DJ.II-802 Tahun 2014.
6. Membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri alasan mengapa regulasi tersebut belum pernah disosialisasikan atau diberlakukan sejak ditetapkan pada tahun 2014.
Nasrun menegaskan, langkah-langkah tersebut penting dilakukan agar hubungan antara ulama dan pemerintah tetap harmonis, serta tata kelola masjid di Kotamobagu dapat berjalan sesuai aturan dan nilai-nilai keagamaan yang berlaku.
“Tujuan kami jelas, agar pengelolaan masjid di Kotamobagu berjalan sesuai regulasi dan menjaga keharmonisan antara ulama dan pemerintah,” ujar Nasrun.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kotamobagu, Agus Suprijanta, yang memimpin langsung jalannya RDP, ikut menyoroti langkah pemerintah di dua kelurahan tersebut yang dinilai terlalu tergesa mengganti imam masjid.
“Harusnya ada tahapan yang jelas. Kalau imam masjid melakukan pelanggaran, cukup berikan SP1 dulu. Kalau masih diulangi, lanjut SP2, lalu SP3 kalau tetap mengulang kesalahan,” ujar Agus.
Ia menjelaskan, setelah tahapan tersebut, barulah dilakukan musyawarah yang menghadirkan jamaah, LPM, perwakilan Kemenag, tokoh masyarakat, dan pemerintah kelurahan untuk membahas bersama apakah imam tersebut masih layak dipertahankan atau diganti.
Politisi Partai Hanura itu juga berharap kejadian serupa tidak lagi terjadi di wilayah Kotamobagu.
“Semua kebijakan harus ditempuh dengan cara yang bijak dan mengedepankan musyawarah, apalagi menyangkut rumah ibadah,” tandasnya.
Selain itu, Komisi III DPRD Kotamobagu juga memutuskan mencabut dua surat keputusan (SK) pemberhentian imam yang dikeluarkan oleh pemerintah kelurahan.
Berikut keputusan yang disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua lurah bersangkutan:
1. SK Kelurahan Genggulang Nomor 15.a/SK/X/2025, perihal Pemberhentian dan Pengangkatan Imam atas nama Toni Jibu, dinyatakan dicabut dan dibatalkan.
2. SK Kelurahan Mogolaing Nomor 100/MOG/275/X/2025, perihal Pemberhentian Imam atas nama Naser Mokodompit, dinyatakan dicabut dan dibatalkan.
Keputusan ini menjadi bentuk komitmen bersama DPRD dan pemerintah kelurahan dalam menegakkan aturan, menjaga keharmonisan umat, serta mengedepankan prinsip musyawarah dalam setiap kebijakan keagamaan di Kota Kotamobagu.





