Deretan Tim Mawar di Jabatan-jabatan Strategis Pemerintah

Ilustrasi.

Jakarta, VivaSulut.com – Tim Mawar yang merupakan tim kecil yang dibuat oleh kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI Angkatan Darat (AD) pada 1998 ternyata masih meninggalkan jejak hingga saat ini.

Jika di tahun 1998 Tim Mawar menjadi dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi, kini mereka ada di jabatan-jabatan strategis pemerintahan.

Bacaan Lainnya

Dilansir dari Kompas.com, di era Presiden Prabowo Subianto saja, sejumlah eks anggota Tim Mawar mendapatkan posisi strategis dan pangkat kehormatan.

Misalnya, seperti Djaka Budi Utama yang menempati jabatan sebagai Dirjen Bea Cukai Kemenkeu.

Lalu, ada juga Nugroho Sulistyo Budi yang menjabat Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Kemudian, Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan dianugerahi Prabowo menjadi jenderal kehormatan bintang 3, serta Untung Budiharto yang juga mendapat pangkat jenderal kehormatan bintang 3.

Meski demikian, pemberian jabatan strategis bagi eks Tim Mawar ternyata sudah dilakukan sejak Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat.

Kala itu, Prabowo yang menjabat Menhan 2019-2024 mengusulkan dua eks anggota tim mawar sebagai pejabat Kemenhan dan disetujui Presiden Jokowi lewat Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020.

Keduanya yakni Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha.

Dadang Hendrayudha dipercaya menjadi Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan.

Sementara itu, Yulius Selvanus ditunjuk sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan.

Penculik aktivis ’98 itu bernama Tim Mawar

Tim Mawar adalah tim kecil yang dibuat oleh kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, pada 1998.

Tim Mawar ini merupakan dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi di tahun yang sama.

Terdapat 14 aktivis yang ditangkap oleh Tim Mawar, tetapi sembilan di antaranya berhasil dipulangkan, sedangkan beberapa tawanan lain yang berstatus hilang, salah satunya Wiji Thukul.

Tim Mawar terbentuk karena peristiwa 27 Juli 1996. Kala itu, para preman didukung tentara untuk merampas kantor dan menyerang simpatisan yang mendukung Megawati di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Kejadian ini kemudian membuat Danjen Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto menugaskan secara khusus kepada Mayor Bambang Kristiono, Komandan Batalyon 42.

Ia diminta untuk menjabat sebagai Komandan Satgas Merpati. Tugas tim ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kegiatan-kegiatan radikal.

Mayor Bambang kemudian memanggil Kapten Fauzani Syahril Multhazar, Kapten Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Yulius Selvanus, dan Kapten Dadang Hendra Yudha untuk menganalisis informasi tersebut dengan membentuk tim khusus pada pertengahan Juli 1997.

Terdapat tiga tim yang dibentuk, yaitu Tim Mawar, Tim Garda Muda, dan Tim Pendukung.

Tim Mawar bertugas untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror.

Kejadian ini membuat Tim Mawar semakin menginsentifkan kinerja mereka.

Tim Mawar menyusun rencana untuk menangkap sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat dalam insiden ledakan bom tersebut.

Mayor Bambang mendapat sembilan nama dari data intelijen untuk ditangkap oleh Tim Mawar.

Mereka adalah Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Faisol Riza, Raharja Waluyo Jati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Andi Arief.

Tim Mawar sudah menyiapkan tempat penyekapan sekaligus markas di Mako Kopassus, Cijantung.

Target penangkapan pertama mereka adalah Desmond, aktivis dan pengacara Lembaga Bantuan Hukum Nasional.

Pada 3 Februari 1998, sekitar pukul 09.30 WIB, Kapten Fauzani memerintah Kapten Dadang, Kapten Nugroho, dan Kapten Djaka untuk menangkap Desmond.

Desmond tertangkap ketika ia pergi ke luar kantor sekitar pukul 12.00 siang. Penangkapan dilancarkan saat Desmond tengah turun dari mikrolet yang ia tumpangi.

Setelah tertangkap, Desmond dalam keadaan tangan terikat dan mata dibalut kain hitam dibawa ke markas Kopassus di Cijatung.

Selama di markas, Desmond banyak menerima siksaan fisik, salah satunya dipukul. Ia juga dibawa ke sel bawah tanah.

Setelah itu, Kapten Fauzani memerintahkan Kapten Yulius untuk menangkap Aan Rusdianto, aktivis Partai Rakyat Demokratik di Rusun Klender.

Malam itu, Kapten Yulis menyamar sebagai Pak RT. Ia mengetuk pintu rumah Aan. Sesaat begitu pintu dibuka, Aan langsung ditangkap dan dibawa ke markas.

Selain Aan, rupanya Nezar juga sedang berada di rumah tersebut. Ia kemudian turut ditangkap. Keduanya dibawa ke markas dan tiba sekitar pukul 20.30.

Kapten Yulis memerintah Kapten Djaka untuk tetap di Rusun Klender, barangkali masih ada orang yang akan datang.

Sayangnya, ketika Kapten Djaka hendak masuk ke unit yang disewa aktivis PRD tersebut, sudah lebih dulu ada petugas Koramil Duren Sawit.

Mereka menangkap Mugiyanto yang sedang berada di dalam kamar.

Setelah Aan dan Nezar, pada 4 Februari Pius Lustrilanang juga diciduk oleh Tim Mawar di depan RS Cipto Mangunkusumo di Salemba, Jakarta Pusat.

Setelah Pius, disusul Haryanto Taslam yang diculik pada 8 Maret 1998. Taslam merupakan salah satu aktivis PDI Pro-Megawati.

Penculikan selanjutnya terjadi pada 12 Maret 1998. Faisol Riza dan Raharja Waluyo Jati tertangkap di RS Cipto Mangunkusumo.

Usai menculik kedelapan orang tersebut, pada 27 Maret, atas perintah Mayor Bambang, Kapten Fauzani diminta menangkap Andi Arief.

Andi Arief adalah ketua umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi dan Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik.

Andi Arief ditangkap di rumah kakaknya. Ia kemudian dibawa ke markas dan ditahan di sel bawah tanah.

Tidak hanya berjumlah sembilan orang, ternyata ada sekitar 14 aktivis yang ditahan Tim Mawar di Markas Kopassus Cijantung, salah satunya adalah Wiji Thukul.

Keberadaan Wiji Thukul sampai saat ini juga masih belum diketahui. Namun, sembilan orang tersebut berhasil kembali ke rumah mereka masing-masing dengan selamat.

Meski begitu, hubungan Prabowo dengan orang-orang yang pernah diculik ini kelihatannya sudah pulih.

Ketika kampanye Pilpres 2024, Prabowo banyak merangkul aktivis 98, bahkan bercanda dengan mereka.

“Hadir juga Agus Jabo Ketua Prima, maaf dulu saya kejar-kejar Anda. Dulu. Atas perintah. Bandel sih dulu,” ujar Prabowo pada 27 Januari 2024.

“Kemudian saudara Budiman Sudjatmiko. Ini juga sorry, Man, dulu kejar-kejar elu juga. Tapi, gue udah minta maaf sama lo ya,” imbuh dia.

Prabowo “too much” bagi-bagi kekuasaan

Pengamat militer dari Universitas Padjajaran Prof Muradi mengatakan, Prabowo berlebihan dalam memberikan jabatan dan penghargaan kepada para eks Tim Mawar.

Menurut Muradi, Prabowo membagi-bagi kekuasaan secara terang-terangan atau vulgar.

“Prabowo too much, berlebihan, terlalu jauh akhirnya. Kenapa? Karena akhirnya persepsi orang berkaitan dengan bagi-bagi kekuasaan ya kondisinya itu secara vulgar. Maksud saya secara vulgar dipraktikkan oleh Pak Prabowo hari ini. Dulu zaman Pak Jokowi kan diam-diam, malu-malu gitu ya kira-kira ya. Pelan, masuk,” ujar Muradi, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/10/2025).

Muradi menyampaikan, meski para eks Tim Mawar mendapatkan pemulihan atas kejahatan yang dilakukan di masa lalu, pemberian jabatan kepada mereka tetap tidak etis.

“Kenapa tidak etis? Karena ya dia pernah melakukan kejahatan di masa lalu. Kejahatan yang sifat kemanusiaan, gitu. Kita mau sebut apa misalnya soal Tim Mawar, kita dulu sama-sama paham bagaimana mereka melakukan itu kan. Tapi, kalaupun misalnya Pak Prabowo mau menempatkan mereka, tidak di depan. Yang jadi enggak etis karena mereka di depan, seolah-olah menjadi prestasi,” tutur dia.

“Nah, sementara banyak prajurit, perwira yang jauh lebih cakap, jauh lebih pintar, jauh lebih punya kemampuan, enggak bisa maju karena dianggap bukan orang dekatnya Pak Prabowo,” sambung Muradi.

Muradi mengatakan, jika pemberian jabatan dan tanda kehormatan ke eks Tim Mawar merupakan utang budi Prabowo, sebenarnya tidak masalah.

Namun, dia kembali mengingatkan bahwa jabatan yang diberikan seharusnya tidak strategis dan bukan di garda terdepan.

“Ini kan yang jadi masalah adalah selain kemudian diberi jabatan, pemulihan kepangkatan tadi ya. Kemudian tambah yang kedua adalah pemberian jabatan yang jauh lebih strategis, yang menurut saya itu jadi vulgar dan berlebihan. Jadi, ukuran-ukuran bagi-bagi jabatannya bukan lagi malu-malu. Ini sudah di depan, dan itu bukan berlaku cuma d Tim Mawar. Hampir semua institusi di Kementerian, lembaga, termasuk BUMN gitu. Ini kemudian tiba-tiba di tahun pertama sudah vulgar,” ujar dia.

Maka dari itu, Muradi menduga Prabowo ingin melunasi utang budinya saat masih memegang kekuasaan.

Dia menerka Prabowo bisa saja tidak pede menjadi Presiden 2 periode karena sudah buru-buru bagi-bagi jabatan ke koleganya, padahal baru 1 tahun menjabat.

“Jadi, beliau kayaknya enggak yakin dua periode. Dengan kondisi seperti itu. Artinya apa? Dengan membaca bahwa kekuasannya pendek, katakanlah empat tahun lah ya. Karena tahun terakhir biasanya sudah persiapan pemilu dan sebagainya. Harusnya kemudian pada akhirnya ya sudah diselesaikan semua utang budi, semua orang yang dianggap penting buat diberi reward, penghargaan dan sebagainya. Mungkin di tahun kesekian beliau tidak ada lagi menjadi Presiden,” imbuh Muradi.

Kompas.com telah mencoba menghubungi pimpinan Komisi I DPR serta pihak Istana untuk meminta tanggapan perihal bagi-bagi jabatan strategis ke eks Tim Mawar ini.

Namun, belum ada yang merespons sama sekali.

Istana sebenarnya pernah memberi komentar perihal penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai. Mereka berdalih Djaka kini seorang sipil.

“Yang bersangkutan sudah mengundurkan diri tanggal 2 Mei. Dan tanggal 6 Mei, sudah keluar pemberhentian dari Presiden, pemberhentian yang bersangkutan dalam dinas keprajuritan mereka, dari dinas keprajuritan Letnan Jenderal Djaka,” ujar Kepala PCO saat itu, Hasan Nasbi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

“Jadi sekarang Dirjen Bea Cukai yang baru saja dilantik itu statusnya adalah purnawirawan, sama, sipil. Dan status kepegawainya di Kementerian Keuangan itu berarti P3K. P3K yang menjabat sebagai Dirjen Bea Cukai,” sambung dia.

(redaksi)

Pos terkait