Kotamobagu, VivaSulut.com – Pemerintah Kota Kotamobagu melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dalam waktu dekat akan melaksanakan Program Sanitasi secara swakelola di dua desa dan empat kelurahan yang tergolong padat penduduk. Pembangunan ini bertujuan untuk menekan pencemaran lingkungan serta mencegah penyebaran penyakit akibat sanitasi buruk, termasuk yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E. coli).
Kepala Bidang Cipta Karya, Yeyen Yambo, saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (23/07/2025), menjelaskan bahwa program sanitasi ini akan direalisasikan melalui pembangunan tangki septik individual di enam wilayah terpilih.
“Untuk tahun ini, pembangunan tangki septik individual akan dilaksanakan di Desa Kobo Kecil, Desa Kopandakan Satu, serta Kelurahan Kotobangon, Mongondow, Pobundayan, dan Gogagoman,” ungkap Yeyen.
Ia menjelaskan bahwa pemilihan wilayah tersebut berdasarkan hasil pemetaan dan survei lapangan. Ditemukan bahwa di sejumlah titik, sistem pembuangan WC warga masih langsung mengalir ke sungai tanpa proses penyaringan limbah.
“Praktik ini sangat berisiko karena air sungai yang tercemar bisa membawa bakteri E. coli, yang dapat menyebabkan penyakit diare, infeksi saluran pencernaan, bahkan gangguan kesehatan serius lainnya jika masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau air minum,” ujarnya.
Setiap desa dan kelurahan akan menerima empat unit tangki septik individual, dengan total anggaran sebesar Rp480 juta, atau Rp80 juta untuk masing-masing wilayah. Proyek ini akan dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat melalui Kelompok Swakelola Masyarakat (KSM) yang telah dibentuk sebelumnya.
Yeyen mengungkapkan bahwa tahapan sosialisasi telah selesai dilaksanakan. Saat ini, program tengah memasuki tahap penandatanganan kontrak kerja.
“Rencananya pekerjaan akan dimulai minggu depan dan berlangsung mulai 28 Juli hingga 24 Desember 2025,” tambahnya.
Pemerintah Kota Kotamobagu berharap program ini dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan kualitas lingkungan, akses sanitasi yang lebih baik, serta menurunkan risiko pencemaran air sungai dan penyebaran penyakit berbasis lingkungan.
“Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga soal kesehatan masyarakat secara jangka panjang,” pungkasnya.