PNBP Perikanan Bitung Jongkok, SAKTI Sulut: Indikasi Manipulasi Data dan Pembiaran

Hasil tangkapan nelayan dan Arnon Hiborang.(ist)

Bitung, VivaSulut.com – Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara (Sulut) menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan jongkok.

Ketua SAKTI Sulut, Arnon Hiborang menyatakan, apa yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan juga terjadi di Kota Bitung.

Bacaan Lainnya

Arnon mengatakan, ada dugaan manipulasi data dan laporan oleh sejumlah pengusaha perikanan di Kota Bitung sehingga PNBP jauh dari harapan alias jongkok.

“Ada indikasi manipulasi data dan sudah terlalu lama praktik ini dibiarkan,” kata Arnon, Senin (9/6/2025).

“Banyak pengusaha perikanan yang melaporkan jumlah tangkapan, upah pekerja, hingga transaksi ekspor dengan data yang tidak akurat demi menghindari kewajiban pajak,” sambungnya.

Ketidaktransparanan dalam pencatatan produksi dan perdagangan ikan, baik domestik maupun ekspor, kata Arnon, mengakibatkan negara kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar.

Hal ini juga berimbas pada perlindungan hak-hak pekerja perikanan, yang sering kali menerima upah di bawah standar akibat sistem yang tidak adil dan tidak akuntabel.

“Kami mendesak pemerintah, terutama otoritas perpajakan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan perikanan besar, serta memperkuat pengawasan di pelabuhan-pelabuhan utama. Khusunya di Kota Bitung,” katanya.

Arnon mendorong pembentukan mekanisme pelaporan independen yang melibatkan serikat pekerja, agar praktik manipulasi dan penghindaran pajak dapat diminimalisir.

“Laporan ini menambah panjang daftar kritik terhadap tata kelola sektor perikanan di Indonesia, yang selama ini dianggap belum memberikan kontribusi optimal terhadap pendapatan negara, meskipun merupakan salah satu sektor unggulan ekspor,” katanya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar memeriksa ke seluruh pengusaha penangkapan ikan. Hal itu sebagai upaya meningkatkan PNBP.

Menurut Sakti, PNBP di sektor perikanan tangkap dapat mencapai Rp 12 triliun. Namun, PNBP di sektor perikanan tangkap hanya mencapai Rp 1 triliun.

“Kalau saya di DPR, kalau bicara harusnya PNBP kita itu tidak kurang dari Rp 12 triliun atau bahkan minimal Rp 9 triliun, saya diketawain terus,” kata Trenggono dilansir dari detik.com dalam acara International Day for IUU Fishing di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

Sakti menerangkan volume penangkapan ikan di Indonesia sekitar 7,5 juta ton. Apabila 10% dari total volume tersebut dibayarkan dalam bentuk ikan, Ia menyebut negara dapat 750 ribu ton atau setara Rp 9 triliun dengan asumsi Rp 12.000 per kilogram.

“Jadi kalau misalnya rata-rata 7,5 juta ton, kalau 10%-nya saja logikanya, 10% saja. 10% tuh 750 ribu ton, sudahlah jangan bayar pakai uang, sampai saya katakan bayarnya pakai ikan saja. Kalau bayarnya pake ikan kita dapat 750 ribu ton, kalau per kilo-nya dikalikan Rp 12 ribu aja Rp 9 triliun,” kata Sakti.

“Karena nelayan ini ada dua, ada nelayan tradisional lalu kemudian ada pelaku usaha (pengusaha) penangkapan. Ini yang dilakukan oleh pelaku usaha penangkapan. Sementara yang nelayan tradisional tidak terhitung di sini,” sambungnya.

(redaksi)

Pos terkait