LPSK Dampingi Korban Pelecehan Dua Oknum Pengacara, Kasusnya Nyaris Tak Digubris Polresta Manado

Korban L (bertopi), didampingi tim LPSK dalam penuntasan kasus dugaan kekerasan seksual oleh dua oknum pengacara asal Kota Manado.

 

Manado, VivaSulut.com — Malang nasib L, seorang wanita pekerja asal Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Bacaan Lainnya

Nyaris setahun, laporan dugaan tindak pelecehan yang ia laporkan ke Polresta Manado, nyaris tidak mengalami perkembangan berarti.

Baru ketika kasus ini ditindaklanjuti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kasus ini akhirnya mengalami kemajuan.

Kerja-kerja advokasi dan pendampingan yang dilakukan LPSK melalui Sahabat Saksi Korban (SSK) Sulawesi Utara, menjadi kunci penting dalam membangkitkan kembali perhatian aparat penegak hukum atas kasus dugaan pelecehan terhadap korban L.

L diduga menjadi korban kekerasan seksual yang terjadi pada 7 Juni 2024 di sebuah penginapan di wilayah Bahu, Kecamatan Malalayang, Manado.

Dua orang pengacara berinisial AT dan JT menjadi terduga pelaku dalam kasus ini.

Keduanya kini telah ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado—JT sejak 15 Mei 2025, dan AT menyusul seminggu kemudian usai menjalani perawatan karena sakit jantung.

Namun, di balik penahanan tersebut, ada peran penting pendampingan korban yang dilakukan SSK LPSK Sulut sejak awal tahun 2025, saat penanganan kasus ini nyaris terhenti.

“Kami menemukan banyak kejanggalan sejak awal. Identitas korban sempat dibuat kabur, dan beberapa barang bukti tidak diserahkan seluruhnya oleh penyidik Unit PPA,” ungkap Pricillia Pande-Iroot, SH.MH, pendamping korban dari SSK LPSK Sulut, Jumat (6/6/2025).

Menurut Pricillia, korban sempat tidak mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Karena itu, pihaknya mendorong korban untuk mengajukan permohonan perlindungan resmi ke LPSK RI.

Setelah itu, perhatian mulai datang dari pusat. Tim LPSK RI turun langsung menemui korban untuk klarifikasi, termasuk membahas hak restitusi korban.

“LPSK RI merespons cepat, dan itu memberikan tekanan moral dan kelembagaan terhadap penyidik agar kasus ini kembali diproses secara serius. Kami juga rutin menyampaikan laporan perkembangan ke LPSK pusat,” kata Pricillia.

Selain didampingi SSK LPSK, korban juga mendapatkan bantuan hukum dari LBH Universitas Sam Ratulangi. Kolaborasi lintas lembaga ini menjadi faktor penting yang menggerakkan kembali proses hukum yang sempat tersendat.

Kasus ini kini kembali menjadi perhatian publik seiring ditahannya dua terduga pelaku. Bagi Pricillia dan timnya, perhatian ini tidak boleh hanya bersifat sementara.

“Ini bukan hanya tentang satu kasus, tetapi tentang bagaimana sistem harus memastikan korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan dan keadilan. LPSK hadir untuk memastikan itu,” tutup Pricillia.

(Finda Muhtar)

Pos terkait