Sulut Siap Sambut Ribuan Wisatawan China, Ini Pesan Pengamat Pariwisata Winda Mingkid

Prof Winda Mingkid, pemerhati pariwisata Sulawesi Utara.

Manado, VivaSulut.com – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sekali lagi menjadi daerah tujuan wisata para wisatawan asal China.

Setelah sempat berjaya sebelum pandemi Covid-19, Gubernur Sulut Yulius Selvanus Komaling kembali menjajaki kerjasama internasional bersama China dalam bidang pariwisata.

Bacaan Lainnya

Jika tak ada aral melintang, Sabtu (29/3/2025) akan dimulai penerbangan perdana rombongan wisatawan asal China ke Sulut lewat gerbang Bandara Sam Ratulangi Manado.

Lantas, bagaimana kesiapan Sulut untuk menyambut ribuan wisatawan asal China ini? Dan hal-hal apa saja yang perlu dibenahi demi suksesnya pariwisata di Bumi Nyiur Melambai?

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pariwisata Sulut yang merupakan Auditor Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia, Prof Winda Mingkid memberi sejumlah ide dan masukan.

“Kita harus mempersiapkan diri, terlebih destinasi-destinasi dimana yang aman kita perkenalkan,” ujar Winda, seperti dikutip dalam pernyataan dalam podcast Mata Bicara dengan tema ‘Menyambut Wisatawan China Masuk Kembali ke Sulut Pascapandemi’, yang tayang Senin, (24/3/2025).

Pada kesempatan itu, wanita yang bergelar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado ini menjelaskan bahwa China sebagai negara yang besar, memiliki potensi di daratan dan potensi di laut.

“Nah, kita di Sulut yang punya potensi bahari yang lebih besar, ayo kita kembangkan itu. Selain potensi bahari, kita juga punya potensi kuliner yang sudah sangat terkenal, dan kita punya hot spring (mata air panas, red) alami,” ujar Winda.

Ia juga mengingatkan terkait pentingnya keramahtamahan masyarakat dalam menyambut para turis.

“Saya lihat Sulut punya potensi besar karena keramahan warganya. Namun kita tidak memiliki sifat atau model melayani. Tidak cukup hanya dengan senyam senyum, tapi sebagai tuan rumah selain menunjukkan keramahtamahan kita tetapi kita harus bisa melayani wisatawan. Bukan berarti menjadi pelayan tetapi sebagai tuan rumah yang baik. Hospitality,” sambung Winda.

Di sisi lain, Sulawesi Utara butuh menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait aturan untuk kepariwisataan.

Winda mencontohkan seperti aturan aktifitas penyelaman hanya untuk orang yang memiliki izin menyelam, dan atau bagi wisatawan yang ingin melakukan snorkeling bisa membawa alat snorkeling masing-masing atau menyewa alat di masyarakat, sedangkan yang tidak bisa berenang dapat diarahkan menikmati pesona bibir pantai Kota Manado.

Tak lupa ia memesankan soal fasilitas toilet dan tempat sampah agar tersedia serta memastikan kesiapan masyarakat setempat dalam menyambut wisatawan.

“Sistem pariwisata nasional maupun daerah yang kita miliki tidak boleh hanya fokus pada jumlah wisatawan. Karena jumlah yang banyak belum tentu memberikan kontribusi yang banyak terhadap masyarakat yang ada di destinasi itu. Sehingga masyarakat ataupun siapa yang nanti menjadi pelaku usaha harus diberikan kesempatan untuk diberitahukan sejak awal sehingga mereka siap. Sehingga tidak ada lagi keluhan seperti waktu lalu, ada istilah monopoli. Sehingga semua masyarakat senang, pelaku usaha senang dan wisatawannya juga senang,” pesannya.

PARIWISATA DI TENGAH EFISIENSI ANGGARAN

Podcast Mata Bicara bersama Prof Winda Mingkid.

Perlu diakui, perkembangan pariwisata daerah saat ini mendapat tantangan atas dampak efisiensi anggaran.

Untuk menyiasatinya, Prof Winda Mingkid memberi masukan dari perubahan gaya publikasi.

“Kita berusaha dengan sedikit uang yang kita keluarkan untuk promosi, tetapi lebih banyak orang yang akan datang,” kata Winda.

Di sini, kolaborasi menurutnya menjadi kunci. “Pemerintah dalam hal ini dinas pariwisata serta organisasi kepariwisataan seperti ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies), PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), dan semua lintas stakeholder harus bisa sama-sama dilibatkan,” lanjutnya.

“Tidak boleh ada yang bergerak sendiri-sendiri dan tidak saling berkolaborasi. Integrasi dan kolaborasi, dua kata kunci. Jika tidak, maka tidak efisien,” tambahnya lagi.

Winda juga berharap agar master plan pariwisata di Sulut agar konsisten dan tidak mudah berubah baik per tahun (jangka pendek), per lima tahun (jangka menengah), atau 25 tahun (jangka panjang).

“Master plan sebaiknya tidak dengan mudah kita ganti-ganti. Dan yang lebih baik adalah responsible and sustainable tourism, yaitu pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggungjawab terhadap keberlanjutan dari destinasi itu. Bagaimana caranya? Kita harus sama-sama bekerja,” tutup Winda.

(Finda Muhtar)

Pos terkait