Jakarta, VivaSulut.com – Hari raya Idul Fitri atau Lebaran bagi sebagian orang merupakan momen untuk kembali ke kampung halaman bertemu dengan keluarga. Namun, mudik tahun ini diperkirakan tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya.
Lebaran tahun 2025 diprediksi akan jatuh pada tanggal 31 Maret/1 April 2025 dengan jumlah pemudik yang tidak semasif tahun-tahun sebelumnya.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, berdasarkan hasil survey yang dilakukan badan kebijakan transportasi, pusat statistik, Kementerian Perhubungan dan akademisi, jumlah pemudik diperkirakan hanya 146,48 juta orang atau sekitar 52% dari penduduk Indonesia. Angka itu turun 24% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
“Jika tahun lalu asumsi perputaran uang selama Idul Fitri 2024 mencapai Rp 157,3 triliun, maka asumsi perputaran uang libur Idul Fitri 2025 diprediksi mencapai Rp 137,975 triliun,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, dalam pernyataan pers, Selasa (18/3/2025).
Berdasarkan data 10 tahun terakhir dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memproyeksikan bahwa terjadi kenaikan yang signifikan dari proyeksi jumlah pemudik.
Pada 2020 dan 2021, jumlah pemudik mengalami penurunan yang sangat drastis bahkan tak sampai dua juta orang karena pemerintah melarang untuk mudik selama pandemi Covid-19. Namun, angkanya melonjak menjadi 85,5 juta pada 2022 saat mudik diperbolehkan oleh pemerintah.
Jumlahnya melonjak menjadi 123, 8 juta pada 2023 dan 193,6 juta pada 2024. Yang mengagetkan, jumlah pemudik berkurang hingga 47,12 juta orang pada tahun ini.
Berkurangnya jumlah pemudik ini menjadi anomali karena secara historis selalu mengalami kenaikan.
Pemudik Berpotensi Makin Berkurang di 2025
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengatakan bahwa penurunan pemudik ini terjadi karena beberapa hal. Pertama jarak libur Nataru (Natal dan Tahun Baru) serta Idul Fitri yang sangat berdekatan.
“Sehingga yang sempat berlibur selama Nataru tidak lagi merencanakan liburan atau pulang kampung saat libur Idul Fitri,” ujar sosok yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia).
Kedua, tambah dia, dengan kondisi ekonomi saat ini masyarakat cenderung menghemat (saving). Mengingat dalam beberapa bulan ke depan akan memasuki tahun ajaran baru yang memerlukan biaya masuk sekolah.
“Ketiga, maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” kata Sarman.
Keempat, lanjutnya, penurunan daya beli masyarakat serta faktor cuaca juga mempengaruhi niat masyarakat untuk pulang kampung.
Warga RI Banyak Beban Sebelum Lebaran
Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengungkapkan bahwa dampak momen THR cenderung positif bagi Indonesia.
“Dampak THR mestinya positif ke ekonomi Indonesia, karena memang setiap lebaran pertumbuhan kita bisa beda +0,2 sampai +0,3% QoQ dibanding kuartal non festive season,” kata Felix, kepada CNBC Indonesia.
Namun ia juga menyampaikan bahwa tantangan di sektor tenaga kerja serta daya beli yang melemah perlu diperhatikan karena terlihat jelas dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia periode Februari 2025 yang terpantau turun ke angka 126,4.
“Kita tahu ada banyak PHK atau tutup pabrik di beberapa bulan ke belakang,” pungkas Felix.
Felix menegaskan soal data tenaga kerja Indonesia yang masih menjadi tantangan tersendiri karena dapat berdampak pada daya beli di tengah Ramadhan.
Situasi THR dan dampaknya ke ekonomi domestik di tahun ini pun menjadi sorotan bagi Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana yang menyampaikan bahwa memang ada kemungkinan terjadi kenaikan daya beli. Namun ia juga menggarisbawahi perihal ada kehati-hatian dari masyarakat.
“Mungkin karena ada program realokasi dan penghematan APBN, beberapa kasus PHK besar-besaran dan lain-lain yang kemungkinan menahan konsumsi ke level yang lebih rendah dibanding tahun lalu,” papar Fikri.
“Di samping juga bencana banjir kemarin, yang sepertinya juga cukup masif terjadi ya, sehingga saya melihat kemungkinan konsumsi juga arahnya mungkin lebih ke barang pokok, dibanding sekunder (sandang), atau tersier, yang dulu lebih sering dilakukan,” tambah Fikri.
Salah satu riset dari YouGov pada 2024 secara daring pada Januari 2024, dengan sampel 2.136 orang dewasa di Indonesia (berusia 18 tahun ke atas), menggunakan kuesioner yang dirancang oleh YouGov menunjukkan bahwa Tunjangan Hari Raya/THR 2024 kemungkinan besar konsumen Muslim akan digunakan untuk menyalurkan setidaknya sebagian dari tunjangan THR mereka ketabungandanZakat (sumbangan keagamaan)pada bulan Ramadan.
Lebih dari separuh (55%) juga berencana untuk menggunakan setidaknya sebagian dari tunjangan THR 2024 mereka untukberbelanja kebutuhan Ramadan, sebelum memberikannya kepada keluarga, teman, atau orang yang mereka kenal yang mungkin membutuhkan(48%). Sedangkan mudik hanya sebesar 26%.
Dilihat dari berbagai generasi, Gen Z secara signifikan lebih mungkin menyatakan berencana menambah tabungan(65%) dengan tunjangan THR dibandingkan konsumen yang lebih tua dan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakannya untuk membayar Zakat (45%) dan utang (20%), serta untuk berbelanja (49%) dan biaya mudik (19%).
Sebaliknya, Generasi Milenial jauh lebih mungkin dibandingkan generasi lainnya untuk mengatakan bahwa mereka berencana untuk memberikan sebagian THR mereka kepada keluarga, teman, atau rekan kerja(56%), melunasi utang (33%) dan biaya perjalanan mudik (31%), sementara Generasi X secara signifikan lebih mungkin dibandingkan generasi lainnya untuk mengatakan bahwa mereka berencana untuk menggunakan tunjangan THR mereka untuk sumbangan Zakat (72%).
Apabila melihat kondisi yang ada sekarang khususnya di awal 2025 ini, tampak banyak karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kondisi saat ini tampak cukup sulit bagi berbagai kalangan khususnya di tengah ketidakpastian yang tengah terjadi baik yang datang dari eksternal maupun internal.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan masyarakat cenderung melakukan saving dan mengurangi konsumsi termasuk jalan-jalan ke berbagai daerah yang menguras THR secara berlebih.
Masyarakat tampaknya akan berjaga-jaga untuk dapat bertahan hidup dan mengantisipasi hal-hal negatif yang mungkin terjadi di masa depan, salah satunya dengan tidak melakukan mudik tahun ini.
(redaksi)