DLH Bitung Sebut PT Futai Gagal Kolala Limbah

Sampel air dugaan pencemaran PT Futai Sulawesi Utara yang dihadirkan di RDP DPRD Kota Bitung.(ist)

Bitung, VivaSulut.com – Dinal Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bitung menyatakan PT Futai Sulawesi Utara yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari tak mampu mengelola lombah.

Akibatnya, perusaaan yang memproduksi produksi paper board atau paper roll ini diminta untuk menghentikan sementara beroperasi hingga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berjalan dengan baik tanpa menimbulkan pencemaran.

Bacaan Lainnya

Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Kota Bitung, menindaklanjuti aduan masyarakat Kelurahan Tanjung Merah terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Futai Sulawesi Utara, Senin (13/1/2025).

Menurut salah satu perwakilan warga, Yopi Wawo, semenjak PT Futai hadir dan mulai beroperasi, dampak kerugian silih berganti bermunculan dan terparah adalah limbah yang keluar dari perusahaan yang mencemari air.

“Mengingat limbah tidak bisa dikendalikan, maka kami masyarakat meminta PT Futai belum bisa beroperasi,” kata Yopi.

Dampak dari limbah itu, kata Yopi, mengakibatkan ikan peliharaan dan tanaman kangkung serta udang mati. Belum lagi bau yang diakibatkan air yang keluar dari wilayah perusahaan.

Yopi mengaku telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan masyarakat difasilitasi pemerintah kelurahan terkait limbah. Tapi, PT Futai selalu melanggar apa yang menjadi kesepakatan.

“Kami tidak punya niat mengganggu atau menghalang-halangi investasi di Kota Bitung. Tapi, dampak pencemaran lingkungan sangat dirasakan oleh masyarakat sehingga lewat RDP ini kami berharap ada rekomendasi dari DPRD untuk pemberhentian operasi,” katanya.

Kepala Bidang Penataan dan Pengendalian DLH Kota Bitung, Franky Kaemong tidak menampik pihaknya selalu mendapat keluhan terkait limbah PT Futai sejak Maret 2024.

Ia mengaku, sudah beberapa kali melakukan mediasi antara pelapor dan terlapor, menghasilkan berita acara yang ditandatangani kedua belah pihak, termasuk perwakilan kecamatan dan kelurahan terkait dampak beroperasinya PT Futai.

“PT Futai telah memberikan kompensasi kepada masyarakat yang sebelumnya pernah terdampak limbah dari perusahaan sesuai kesepakatan,” kata Franky.

Franky juga mengatakan, pasca PT Futai Sulawesi Utara masuk ke KEK, DLH memiliki keterbatasan kewenangan dalam pengurusan izin.

Bahkan menurutnya, limbah PT Futai sempat diuji klinik beberapa waktu lalu di salah satu laboratorium terpercaya di Kota Manado.

“Pengambilan sampel dilakukan pada 1 November 2024, dan hasilnya keluar pada 13 November. Namun, ini baru satu kali uji lab, sedangkan idealnya dilakukan secara berkala, baik satu bulan, tiga bulan, maupun enam bulan sekali,” jelasnya.

Tidak hanya itu, karena keluhan demi keluhan soal dugaan pencemaran tak kunjung reda, DLH, kata Franky pernah melakukan inspeksi mendadak pada Juni 2024 tanpa pemberitahuan ke perusahaan sebelumnya.

“Saat itu, kami menemukan bahwa pengelolaan IPAL belum maksimal, baik dari segi personil maupun mesin,” katanya.

Wakil Direktur PT Futai, Erwin Irawan yang hadir tidak mengelak adanya permasalahan yang diadukan masyarakat. Ia mengakui bahwa pengolahan limbah membutuhkan waktu dan proses.

“Limbah yang dikeluhkan pada Mei 2024 memang murni air yang belum terolah akibat pipa yang bocor. Namun, sekarang kami sudah memiliki IPAL, dan warga yang mewakili masyarakat telah menyaksikan keberadaan IPAL tersebut,” kata Erwin.

Sementara itu, mengacu ke data Dewan Nasional KEK, hingga akhir Agutsus 2019, PT Futai Sulawesi Utara telah mulai merealisasikan investasi sebesar Rp 1,4 triliun di KEK Kota Bitung.

Saat ini PT Futai Sulawesi Utara atau perusahaan yang tercatat sebagai penanaman modal asing (PMA) tengah melakukan pembangunan fisik industri kertas daur ulang di lahan seluas 6,8 hektar dari 20 hektar yang direncanakan.

(redaksi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar