Klinik Kecantikan Harap-harap Cemas Terdampak PPN 12 Persen

Ilustrasi

Jakarta, VivaSulut.com – Pemerintah Indonesia resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Hal ini menimbulkan beragam reaksi dari berbagai pihak.

Bacaan Lainnya

Termasuk salah satunya klinik kecantikan yang jadi harap-harap cemas dengan kebijakan ini.

Dilansir dari Kompas.com, rincian teknis penerapan PPN 12 persen akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), tetapi sampai berita ini tayang masih digodok oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun, dalam rincian yang beredar, tertulis “rumah sakit dengan layanan VIP atau fasilitas kesehatan premium lainnya” sebagai salah satu yang terdampak.

Ada beberapa dampak yang diprediksi bakal dialami klinik maupun pasien, jika klinik kecantikan turut dikenakan PPN 12 persen.

“Dengan penambahan PPN, biaya perawatan estetika akan naik secara proporsional. Ini bisa mempengaruhi daya beli sebagian pasien, terutama untuk perawatan yang sifatnya non-urgent atau berjangka panjang,” kata Dermatolog sekaligus pemilik Dermalogia Clinic dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpDVE, Rabu (18/12/2024).

Selain itu, klinik mungkin juga perlu melakukan penyesuaian bisnis. Misalnya, melalui berbagau promosi perawatan.

Namun, menurut Arini, penyesuaian ini juga perlu mempertimbangkan agar besarannya tetap kompetitif di pasaran.

“Salah satunya dengan menawarkan paket perawatan, bundling treatment, atau program loyalitas untuk menjaga minat pasien,” ungkapnya.

Kompas.com juga sempat menanyakan dua klinik kecantikan di Jabodetabem lainnya yang enggan disebut namanya.

Meski belum dirinci apakah klinik kecantikan ikut dikenakan PPN 12 persen, namun manajemen keduanya telah membicarakan kemungkinan penyesuaian strategi bisnis, termasuk melalui biaya perawatan.

Namun, salah satu pemilik klinik di Jakarta Selatan mengungkapkan, memperkecil margin mungkin bakal menjadi pilihan yang diambil, mengingat saat ini sudah sangat banyak klinik kecantikan di Jakarta dan masing-masingnya memberlakukan biaya yang kompetitif.

“Tidak mungkin semua kami bebankan ke pasien,” ungkapnya.

Namun, pilihan tersebut tidaklah mudah, mengingat klinik juga masih berupaya meningkatkan kunjungan seusai pandemi Covid-19.

Kenaikan PPN 12 Persen Akan Berakibat Daya Beli Turun Berujung Angka Pengangguran Naik Selain itu, total pajak yang dibayarkan untuk alat-alat tertentu kemungkinan juga lebih dari 12 persen.

Sebab, beberapa alat perlu dibeli melalui distributor.

“Sampai ke kaminya mungkin enggak 12 persen. Bisa 13 atau 14 persen,” ujarnya.

Pasien siap-siap rogoh kocek

Kenaikan PPN 12 persen juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pasien.

Seperti halnya dengan Sonia Alexandra (26 tahun), misalnya, yang mengaku harus menyesuaikan kembali jenis perawatan dan bujet uang yang dimilikinya.

Ia juga khawatir klinik akan menyesuaikan kualitas bahan dan/atau alat dengan biaya demi mempertahankan harga.

“Takutnya quality dari bahan atau alat yang digunakan untuk perawatan disesuaikan untuk dikurangi kualitasnya demi mempertahankan harga,” jelas dia.

Kabar ini juga membuat Sonia berinisiatif untuk memesan paket perawatan sebelum tanggal 1 Januari 2025 nanti.

Hal ini ia lakukan agar bisa mendapatkan harga perawatan yang lebih murah dengan pajak yang masih 11 persen.

“Sudah mulai tanya-tanya paket dua sampai tiga treatment dan mau kunci harga sebelum kenaikan PPN berlaku. Cenderung tanya yang paketan, sih dan kalau bisa di bayar dari sekarang,” jelasnya.

(redaksi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *